***
aku gadis berkacamata, tak banyak dari temanku menyukai penampilanku yang tak punya modis ini. tetapi aku tak peduli dengan itu, kata ibuku aku cukup menjadi diriku sendiri.
Selain tak pandai bergaya aku juga tak pandai bersosialisasi. Aku menyukai kucing. Walau tak pandai berdialog terhadap orang lain, aku bisa dengan lancar berbicara dengan seekor kucing. Cukup aneh, karna kita semua tahu kucing tidak akan menjawab kita bahkan belum tentu mereka mengerti apa yang kita bicarakan. Soal keluarga, aku juga tak begitu punya hubungan yang baik.
Tak lama ini aku menemukan seekor kucing di halaman sekolah. Kucing yang lucu dengan bulu putih belang hitam. Sejak bertemu dengan kucing itu, aku jadi sering pergi ke halaman setiap istirahat ataupun sepulang sekolah. Bercerita banyak hal tentang apa yang terjadi di sekolah. Kucing yang kutemui itu kuberi nama Niku. Ia selalu ada di halaman itu.
Suatu hari ketika aku sedang bercerita mengenai kacamataku yang dirusak oleh beberapa temanku ada yang aneh dengan Niku. Niku berbicara! Tentu saja aku tak akan percaya tentang hal itu. Tidak ada yang namanya kucing berbicara. Karena curiga kuberikan beberapa pertanyaan mengenai apa saja yang pernah kuceritakan tetapi Niku bisa menjawab semua pertanyaan itu. Niku mengatakan bahwa Cuma aku yang akan mendengarkan suara Niku. Selang waktu sebelum bel masuk berbunyi Niku menyuruhku menutup mata sebentar. Dan setelah kubuka ada sebuah kacamata di dekat Niku, ia mengatakan bahwa kacamata itu untukku. Aku menggunakannya walau minusnya beda, tapi aku senang.
Banyak hari telah ku lalui setelah insiden “kucing bicara” ini. sejak itu hariku jadi lebih berwarna, walaupun aku masih tidak percaya bahwa didunia ini benar ada kucing yang bisa berbicara. Banyak sudah yang kuceritakan padanya, pernah pula aku bercerita tentang seorang pria yang popular di sekolah saat itu Niku tertawa terbahak bahak. Tapi ini semua kuanggap sebuah mimpi dan jika benar, aku harap aku tidak bangun, karna di mimpi ini aku bisa mendapatkan teman. Biarpun hanya seekor kucing, tapi aku merasa nyaman.
Setengah tahun hampir lamanya aku bersama dengan Niku. Suatu hari ada yang aneh dengannya. Ia tak menjawabku. Aku seharusnya tidak panik karna sejak awal aku juga hanya menganggap ini semua mimpi. Tapi hal ini tetap menggangguku, aku menatap dalam Niku dan memangkunya berharap ia segera berbicara kembali.
Tak lama aku mendengar suara kaki berlari setelah itu wajah yang tak asing bagiku muncul, wajah yang sering jadi bahan pembicaraan antara aku dan Niku. Sosok yang tampan walau berkacamata sepertiku, sosok yang populer beda denganku, sosok yang selama ini menjadi harapan diriku, telah berdiri dihadapanku dengan wajah kelelahan setelah berlari tadi. Sejenak tak ada yang memulai pembicaraan. Sunyi.
Tak satupun dari kami mulai berdialog, merasa tidak nyaman dan sudah dapat mengendalikan nafas ia membuka mulutnya untuk memulai pembicaraan walau tampak ragu. Ia menatap Niku menyesal. Aku tidak mengerti arti wajah itu. Ia berkata sambil menghela nafasnya dan tersenyum
“akulah Nikumu”
1 kalimat singkat yang membuat jantungku berdetak hebat. 1 kalimat yang memiliki makna tersendiri, aku tak mengerti apakah ini mimpi dari lanjutan mimpiku semalam, apakah aku sempat terbangun dari mimpi Niku yang berbicara lalu kembali tidur dan mendapati mimpi ini. air mataku menetes aku tak begitu mengerti tentang senang atau sedih saat ini. tapi yang paling aku rasakan saat ini adalah kebahagiaan.
Mimpi atau bukan aku tak begitu peduli. Kucing yang jadi teman, lalu jadi teman yang hebat. Aku benar, Niku memang tidak mungkin bicara.
Sosok saat itu yang mengaku sebagai Niku telah mengulurkan tangannya, menarikku keluar dunia mimpi dan membawaku kepada kehidupan yang sesungguhnya. Menemaniku untuk tidak hidup di halaman lagi hanya bersama seekor kucing. Ia menyambutku dengan hangat merubah segalanya dariku, mengantarkanku kepada kehangatan, dan membuatku akhirnya jadi punya banyak teman, yang tentunya bukan seekor kucing. Ia juga yang telah membuatku benar benar menyukai seseorang. Dan menyalahiku tentang dunia ini tanpa teman dan keberadaan. Ia mengajariku banyak hal. Kini, Aku bukan lagi gadis berkacamata yang sendirian. Aku ingin menyampaikan kata ini padanya
“terimakasih, niku. Aku mencintaimu"
0 komentar:
Posting Komentar